Share This
Get in Touch
BALAI VETERINER BUKITTINGGI
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
//Surveilans Serologis Penyakit PPR (Pest Des Petits Ruminant) di Provinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi Dan Kepulauan Riau

Surveilans Serologis Penyakit PPR (Pest Des Petits Ruminant) di Provinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi Dan Kepulauan Riau

Tags :

Ibnu Rahmadani1, Yul Fitria2, Niko Febrianto2, Mutia Rahma2, Tri Susanti3

 

Intisari

PPR merupakan penyakit viral akut yang menyerang ruminansia kecil kambing dan domba, penyakit ini menyebar cepat lintas batas negara  (transboundary dieases). Pemerintah Indonesia sampai saat ini masih menyatakan bebas PPR namun di beberapa negara di Asia telah dilaporkan kejadiannya. Studi ini bertujuan untuk mengetahui adanya titer antibodi PPR sebagai deteksi dini adanya paparan penyakit PPR dan mengetahui seroprevalensi penyakit PPR pada kambing dan domba di wilayah kerja BVet Bukittinggi. Hasil studi ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk melakukan langkah langkah kesiapsiagaan dini dalam pencegahan dan pengendalian penyakit PPR di Indonesia. 1413 sampel serum kambing dan domba digunakan sebagai sampel berasal dari wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi yang dikoleksi sejak tahun 2016 sampai 2023. Hasil pengujian menunjukkan 39 sampel seropositif PPR dengan seroprevalensi PPR di wilayah kerja  BVet Bukittinggi sebesar 2,84%. Pengamatan di lapangan pada ternak seropositif PPR tidak menunjukkan gejala klinis, seropositif PPR dapat disebabkan  antara lain karena reaksi silang diantara Genus Morbilivirus yaitu Measless atau Canine Distemper, serta kemungkinan adanya paparan virus dengan tingkat keganasan yang rendah. Deteksi klinis di lapangan serta peningkatan pengawasan lalu lintas sangat diperlukan untuk mencegah masuknya PPR di wilayah kerja Balai Veteriner Buktinggi.

Kata Kunci : Domba, Indonesia, Kambing PPR, Serosurveilans

 

Pendahuluan                                                                                                      

Peste des petits ruminant (PPR) merupakan penyakit viral akut yang menyerang ruminansia kecil. Kambing dan domba merupakan hewan yang paling peka sedangkan unta, sapi dan kerbau dapat juga terserang namun tidak menimbulkan gejala klinis. Angka mortalitas dan morbiditas pada kambing dan domba yang terinfeksi dapat mencapai 90%-100% (Parida S., 2015) PPR disebabkan oleh virus ss-RNA Famili Paramyxoviridae dan Genus Morbilivirus (Gibbs et al., 1979). Virus ini mempunyai 4 galur, pada galur 1-3 ditemukan di Afrika dan Timur Tengah, sedangkan galur 4 mendominasi di benua Asia (Dhar et al. 2002; Muthuchelvan et al. 2006). Berdasarkan kesamaan genetik virus PPR mirip dengan Virus Measles (MeV), Virus Canine Distemper (CDV), Virus Rinderpest (RPV), serta beberapa virus yang menginfeksi mamalia air (Banyard et al., 2010). 

Kambing dan domba merupakan hewan rentan untuk penyakit PPR namun kambing lebih rentan dari pada domba (Nanda et al., 1996). Hewan yang terinfeksi PPR menunjukkan gejala klinis demam tinggi, keluar cairan dari hidung dan mata, ulkus pada rongga bibir, mulut dan menyebabkan radang pada rongga mulut, bronchopneumonia dan diare. Gangguan pernafasan pada penyakit PPR mirip dengan penyakit Contagious Caprine Pleuropneumonia (CCPP) dan Pasteurellosis (WOAH, 2023).

Kejadian penyakit PPR pertama kali dilaporkan di Pantai Gading tahun 1942 kemudian menyebar ke hampir semua negara di benua Afrika dan Timur Tengah, kemudian menyebar ke Asia Tengah, Asia Selatan dan Asia Timur (Banyard, et al., 2010). Tahun 2021 penyakit ini ditemukan di Asia Tenggara (Thailand). Indonesia sampai saat ini masih dinyatakan bebas dari penyakit PPR meskipun seroposotif PPR pada kambing dan domba pernah dilaporkan di Solo, Indramayu (Sendow I., et al 2018) dan di kecil wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi (Martdeliza, et al., 2016). Meningkatnya importasi kambing dan domba baik melalui ataupun dengan tujuan wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi, lokasi wilayah kerja Bvet Bukittinggi yang berbatasan laut dengan negara Asia Tenggara lain merupakan faktor resiko masuknya PPR ke wilayah kerja BVet Bukittinggi pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Surveilans berkelanjutan dengan wilayah yang lebih luas dan beresiko tinggi sangat diperlukan dalam rangka pencegahan dan pengendalian penyakit eksotik.   

 

Materi dan Metode

Sebanyak 1413 sampel serum kambing dan domba dari kabupaten/kota di empat Provinsi (Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau) yang merupakan wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi dipergunakan sebagai sampel. Penghitungan jumlah sampel minimal menggunakan aplikasi Epitools yang dikembangkan oleh Ausvet berdasarkan jumlah populasi kambing dan domba di Sumbar, Riau Jambi dan Kepri dari data statistik peternakan dan kesehatan hewan 991,487 ekor (Ditjen PKH, 2023) dengan prevalensi 2% tingkat kepercayaan 95% dihasilkan jumlah sampel yang diperlukan minimal 167 ekor tiap propinsi (Gambar 1). Pengambilan sampel dilakukan dari tahun 2016 sampai dengan 2023 kecuali tahun 2018 dan 2019 tidak dilakukan pengambilan sampel dikarenakan tidak adanya pendanaan untuk kegiatan surevilans PPR. Sampel berupa serum darah, pengambilan dilakukan secara acak di peternakan kambing dan domba di wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi dengan kriteria kabupaten/kota dengan populasi yang tinggi atau wilayah yang berbatasan dengan negara tetangga. Pengamatan gejala klinis yang muncul waktu pengambilan sampel, data umur, jenis kelamin, breed, asal kambing, lokasi kandang serta riwayat penyakit juga dikumpulkan.

 

Hasil dan Pembahasan   

Sebanyak 1413 serum kambing/domba dikoleksi dari wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi (Provinsi Sumbar, Riau, Jambi dan Kepri) sejak tahun 2016 sampai dengan 2023. Hasil  pengujian titer antibodi terhadap PPR dengan menggunakan metode elisa kompetitif menunjukkan 39 sampel seropositif dengan seroprevalensi sebesar 2,84%. Jika dilihat per provinsi seroprevalensi PPR di Provinsi Riau 3%, Sumatera Barat 2,44%, Kepulauan Riau 1,65% dan Jambi 1,55%. Kota Dumai merupakan daerah dengan seropevalensi PPR yang tinggi di Provinsi Riau yaitu sebesar 5% (Tabel 2), sedangkan di Provinsi Sumatera Barat seroprevalensi tertinggi ditemukan di Kabupaten Agam 4,86% dan Tanah Datar 3,07% (Tabel 1). Jika dibandingkan dengan studi sebelumnya pada tahun 2015, Kabupaten Agam dan Tanah Datar juga termasuk wilayah dengan seropositif PPR yang tinggi (Martdeliza., et al., 2016).  Kota Jambi merupakan daerah tertinggi seroprevalensi PPR yaitu sebesar 4,28% dan Kab. Tanjung Jabung Barat 3,85% (Tabel 3). Sedangkan di Provinsi Kepulauan Riau, hasil seropositif PPR hanya ditemukan di Kab. Bintan dengan seroprevalensi sebesar  2,99% (Tabel 4).

Informasi yang didapatkan di lapangan seluruh sampel yang diambil dalam kondisi sehat tidak menunjukkan gejala klinis mengarah pada penyakit PPR. Ternak yang menunjukkan seropositif PPR tidak tergantung dari umur, jenis kelamin dan ras. Hal ini terlihat dari beragamnya jenis umur ternak yang seropositif yaitu berkisar antara 2 bulan sampai 4 tahun. Jika dilihat dari jenis kelamin juga bervariasi, baik jantan maupun betina. Hal ini sesuai dengan Waret-Szkuta., et.al. (2008) yang menyatakan tidak ada perbedaan yang nyata secara statistika pada ternak yang terinfeksi PPR berdasarkan umur, jenis kelamin dan ras, meskipun dia menyatakan prevalensi PPR lebih tinggi pada betina tua (>3 tahun). Studi yang lain dilakukan di daerah endemis menunjukkan seroprevalensi ternak betina tua lebih tinggi dari pada ternak jantan. Hal ini dikarenakan ternak betina untuk keperluan breeding dipelihara lebih lama daripada ternak jantan, dan ternak betina secara fisiologis mengalami siklus reproduksi yang dapat memicu tingkat stres yang mempermudah terpapar virus (Magersa B., et al. 2011).

 

  • 9 views
Sosial Media :
Share
Close