Share This
Get in Touch
BALAI VETERINER BUKITTINGGI
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
//Uji Mikroskopis Jamur Rhizopus sp. Pengamatan Morfologi dan Identifikasi

Uji Mikroskopis Jamur Rhizopus sp. Pengamatan Morfologi dan Identifikasi

Tags :

Erina Oktavia1, Adek Novriyenti 1, Zulkifli1

Intisari

Jamur Rhizopus merupakan anggota dari kelompok Zygomycota yang sering ditemukan pada lingkungan yang lembab dan bahan organik yang membusuk. Identifikasi yang akurat terhadap spesies Rhizopus penting, terutama dalam konteks kesehatan manusia, hewan dan industri pangan. Sampel yang digunakan adalah tanah yang dicurigai terpapar jamur Rhizopus karena dari tanah ini dapat berdampak pada kesehatan hewan dan tumbuhan di sekitar tanah tersebut. Jamur Rhizopus ini bersifat patogen terhadap hewan, dimana dapat menyebabkan penyakit saluran pencernaan, saluran pernapasan dan penyakit infeksi serius yang dikenal dengan istilah mukormikosis. Studi ini bertujuan untuk melakukan uji mikroskopis pada jamur Rhizopus dengan fokus pada pengamatan morfologi dan identifikasi spesies. Metode yang digunakan dalam pengujian ini meliputi pengamatan mikroskopis terhadap struktur morfologi seperti hifa, spora, dan struktur reproduksi lainnya. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa karakteristik mikroskopis yang paling membedakan spesies Rhizopus meliputi bentuk dan ukuran spora, serta pola percabangan hifa. Studi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan pemahaman tentang identifikasi jamur Rhizopus dan aplikasinya dalam berbagai bidang, seperti mikologi, kesehatan (manusia, hewan dan tumbuhan), dan keamanan pangan.

 

Kata kunci: Mikologi, Mukormikosis, Patogen, Rhizopus, Spesies, Zygomycota

Pendahuluan

Latar Belakang

Jamur Rhizopus merupakan salah satu jenis jamur yang termasuk dalam kelompok Zygomycota karena spesiesnya menghasilkan zigospora dalam fase reproduksi seksual. Ehrenb pertama kali memberi nama istilah Rhizopus pada tahun 1820. Jamur ini juga disebut jamur roti, jamur hitam, atau jamur jarum. Jamur ini banyak ditemukan di lingkungan sekitar, terutama pada bahan organik yang membusuk seperti buah-buahan, roti atau bahan makanan lainnya. Meskipun umumnya tidak berbahaya, beberapa spesies Rhizopus dapat menjadi patogen bagi manusia dan hewan, serta dapat mempengaruhi kualitas produk pangan. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam mengenai morfologi dan identifikasi spesies Rhizopus sangat penting untuk keperluan medis (manusia, hewan dan tumbuhan), industri pangan, dan penelitian mikologi.

Mikroskopis adalah teknik yang sangat berguna untuk mengidentifikasi spesies jamur berdasarkan struktur morfologinya, seperti spora, hifa, dan struktur reproduksi lainnya. Pengamatan mikroskopis yang teliti dapat membantu dalam penentuan jenis Rhizopus yang ada, baik dari segi ukuran, bentuk, maupun pola pertumbuhannya. Melalui uji mikroskopis ini, dapat dilakukan identifikasi yang lebih akurat terhadap spesies-spesies Rhizopus yang ditemukan di berbagai lingkungan. Ada bermacam-macam spesies dari genus Rhizopus di antaranya R. Arrhizus, R. Microspores, R. Oligosporus, R. Oryzae, dan R. Stolonifer. Jamur ini memiliki peran penting dalam ekosistem, terutama dalam proses dekomposisi bahan organik, tetapi juga dapat menjadi patogen bagi manusia, hewan dan tumbuhan.

Jamur Rhizopus ini memiliki sifat yang berbeda dari jamur dengan menghasilkan sporangiospora, bukan konidia. Rhizopus adalah fungi kosmopolitan yang banyak ditemukan di tanah, buah dan sayuran, serta produk olahan fermentasi. Rhizopus adalah genus fungi saprofit yang umum pada tanaman dan parasit yang terspesialisasi pada hewan. Jamur ini dapat memiliki dampak yang beragam terhadap hewan, tergantung pada spesiesnya dan kondisi lingkungan tempat mereka berkembang. Sebagian besar spesies Rhizopus bersifat saprofit (memakan bahan organik yang mati).

Rhizopus dapat menyebabkan infeksi jamur pada hewan. Beberapa spesies Rhizopus, terutama Rhizopus arrhizus dapat menyebabkan infeksi jamur pada hewan, termasuk mamalia, terutama pada individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti pada hewan yang sedang sakit atau hewan yang menjalani perawatan medis intensif. Infeksi jamur ini dikenal sebagai zygomikosis (infeksi zygomycetes) atau mucormycosis. Gejala Infeksinya dapat menyebabkan kerusakan jaringan, peradangan, dan nekrosis (kematian jaringan). Pada hewan, gejala infeksi Rhizopus bisa mencakup pembengkakan, abses, dan luka yang merusak jaringan, terutama pada kulit, saluran pernapasan, dan organ dalam. Infeksi Rhizopus pada hewan sering terjadi melalui luka terbuka, inhalasi spora, atau melalui sistem pencernaan. Spora Rhizopus yang masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan atau luka dapat berkembang menjadi infeksi yang lebih serius jika sistem kekebalan tubuh hewan tidak dapat menanggulanginya. Infeksi sistemik, dalam kasus yang lebih parah, Rhizopus dapat menyebabkan infeksi sistemik yang berarti jamur dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah dan mempengaruhi organ-organ vital. Infeksi sistemik ini dapat mengancam nyawa hewan jika tidak diobati dengan cepat.

Jamur Rhizopus ini juga dapat menjadi penyebab pembusukan pada hewan. Beberapa hewan, terutama yang berada dalam kondisi kelemahan fisik atau stres, dapat menjadi rentan terhadap pembusukan yang disebabkan oleh jamur ini. Misalnya, hewan yang mati atau terinfeksi bisa menjadi tempat berkembangbiaknya Rhizopus yang kemudian dapat menyebabkan pembusukan tubuh hewan yang lebih lanjut. Ini lebih sering terjadi pada hewan yang sudah mati atau dalam proses pembusukan daripada pada hewan yang hidup.

Jamur Rhizopus juga berperan dalam dekomposisi. Sebagai jamur saprofit, Rhizopus berperan dalam dekomposisi bahan organik, termasuk sisa-sisa tubuh hewan yang mati. Proses dekomposisi ini adalah bagian penting dari siklus nutrisi alam, di mana Rhizopus membantu mengurai bahan organik dan mengembalikan unsur hara ke dalam tanah. Meskipun ini bukan dampak langsung pada hewan yang hidup, penting untuk memahami bahwa proses dekomposisi ini bisa mempengaruhi hewan yang mengandalkan lingkungan tersebut, seperti hewan pemakan bangkai.

Jamur Rhizopus memberikan risiko pada peternakan. Di peternakan, Rhizopus dapat mempengaruhi hewan ternak, terutama jika mereka terpapar lingkungan yang lembab dan terkontaminasi oleh spora jamur. Beberapa studi menunjukkan bahwa infeksi jamur seperti Rhizopus dapat mengganggu kesehatan ternak, meskipun kasusnya lebih jarang terjadi jika dibandingkan dengan infeksi jamur lainnya. Jamur ini juga dapat memberikan reaksi alergi pada hewan. Spora Rhizopus dapat menimbulkan reaksi alergi pada hewan, terutama jika hewan tersebut terpapar dalam jumlah yang besar. Reaksi alergi ini dapat mempengaruhi saluran pernapasan hewan dan menyebabkan gejala seperti sesak napas, batuk, dan iritasi pada saluran pernapasan. Hewan yang memiliki riwayat asma atau masalah pernapasan lainnya mungkin lebih rentan terhadap efek alergi ini.

Studi oleh Bodey, et al., (1969) menunjukkan bahwa infeksi Rhizopus arrhizus dapat menyebabkan peradangan saluran pernapasan pada individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, termasuk hewan. Penelitian ini menyoroti bahwa pada kondisi imunosupresi, infeksi Rhizopus dapat berkembang menjadi mucormycosis yang sering kali dimulai dengan infeksi saluran pernapasan. Pada hewan dengan sistem imun yang terganggu, terutama pada hewan yang terinfeksi penyakit lain atau yang menjalani pengobatan imunosupresif, Rhizopus bisa menjadi patogen oportunistik yang menyerang tubuh hewan dan menyebabkan infeksi serius yang sulit diobati. Hal ini serupa dengan infeksi zygomikosis pada manusia yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah.

Rhizopus dapat menginfeksi berbagai spesies hewan eksotik, seperti reptil dan burung, yang hidup di lingkungan yang lembab atau memiliki kondisi kebersihan yang buruk. Beberapa kasus infeksi Rhizopus pada reptil dan burung peliharaan dilaporkan dimana spora jamur tersebut dapat menginfeksi saluran pernapasan, kulit, atau jaringan internal lainnya. Pada hewan eksotik yang bervariasi, mulai dari lesi yang necrotic (mati) hingga peradangan saluran pernapasan. Beberapa hewan juga menunjukkan gejala gastrointestinal, termasuk diare dan penurunan nafsu makan (Hawkins dan LeBlanc, 2015). Menurut Tilley & Smith (1993), Rhizopus adalah jamur yang dapat menginfeksi hewan domestik, yang sering terjadi pada hewan yang mengalami diabetes mellitus, gagal ginjal, atau yang menerima terapi imunosupresan. Rhizopus dapat menginfeksi tubuh hewan melalui inhalasi spora atau kontak dengan luka terbuka. Pada infeksi saluran pernapasan, spora Rhizopus yang terhirup dapat berkembang menjadi hifa dan menginvasi jaringan paru-paru, menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan. Pada unggas, infeksi Rhizopus dapat menyebabkan pembusukan pada jaringan tubuh seperti hati dan paru-paru yang seringkali ditemukan pada ayam yang diternakkan di lingkungan dengan kelembaban tinggi. Rhizopus microsporus adalah salah satu spesies yang dilaporkan menyebabkan infeksi pada unggas (Lund dan Johnson, 1973). Pada studi kasus oleh Meyers, et al (2004) ditemukan infeksi Rhizopus pada kelinci dan anjing yang mengalami mucormycosis setelah mereka mengalami penurunan daya tahan tubuh karena pengobatan antibiotik yang berkepanjangan atau penyakit penyerta lainnya. Menurut Gibson, (2014), meskipun umumnya jamur Rhizopus patogen pada bahan organik, pada tanaman  dan manusia, ia juga memberikan dampak pada ternak. Jamur ini terutama Rhizopus stolonifer, dapat ditemukan pada pakan ternak yang terkontaminasi atau bahan pakan yang membusuk. Infeksi oleh Rhizopus pada ternak dapat menyebabkan gangguan pencernaan dan mengurangi kualitas pakan, yang pada akhirnya dapat menurunkan kesehatan dan produktivitas ternak. Pada beberapa kasus, infeksi jamur ini dapat berkontribusi pada keracunan mikotoksin jika ternak mengkonsumsi pakan yang terkontaminasi. Rimoldi (2012) juga menekankan pentingnya pengelolaan pakan yang tepat untuk mencegah pertumbuhan jamur seperti Rhizopus, guna menjaga kesehatan dan produktivitas hewan ternak.

Sampel yang digunakan untuk uji Rhizopus atau penelitian mengenai jamur Rhizopus umumnya berupa bahan atau media yang memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan jamur ini. Beberapa contoh sampel yang sering digunakan untuk identifikasi, isolasi, dan pengujian Rhizopus adalah pakan ternak yang terkontaminasi terutama yang disimpan dalam kondisi lembab atau tidak terkelola dengan baik yang sering menjadi media untuk pertumbuhan Rhizopus. Pakan ternak yang terkontaminasi dapat digunakan untuk menilai dampak jamur terhadap kesehatan hewan, seperti gangguan pencernaan atau penurunan perfoma hewan (Rimoldi, et al., 2012). Jaringan hewan yang terinfeksi Rhizopus, misalnya jaringan paru-paru, hidung, atau saluran pencernaan digunakan untuk mengidentifikasi adanya infeksi jamur, terutama pada hewan dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah (Matsumoto, 2006). Feses hewan yang terinfeksi atau terpapar jamur dapat digunakan untuk mendeteksi spora Rhizopus yang mungkin dikeluarkan melalui saluran pencernaan setelah mengkonsumsi pakan yang terkontaminasi. Ini berguna untuk memantau penyebaran jamur pada populasi ternak (Sardar, 2011). Lingkungan kandang atau sampel udara, seperti debu atau udara dapat digunakan untuk mendeteksi spora Rhizopus yang dapat dihirup oleh hewan. Kontaminasi lingkungan juga menjadi salah satu faktor penyebaran infeksi (Gibson, 2014). Spora Rhizopus yang diisolasi dari tanah, bahan organik yang membusuk atau pakan yang terkontaminasi dapat membantu untuk mengamati apakah spora dapat menyebabkan infeksi ketika terpapar pada hewan percobaan (Kauffman, et al., 2006). Sampel yang telah diisolasikan pada media agar seperti SGA (Sabouraud Glukose Agar) dapat dijadikan untuk mendeteksi jamur Rhizopus.

Untuk menangani infeksi Rhizopus pada hewan, penting dilakukan diagnosis dini oleh dokter hewan. Pengobatan biasanya melibatkan penggunaan obat antijamur yang kuat, seperti Amfoterisin B. atau Azoles (seperti Posaconazole) yang dapat membantu mengatasi infeksi jamur. Namun, infeksi yang sudah menyebar secara sistemik atau menyebabkan kerusakan jaringan yang parah bisa memerlukan penanganan lebih lanjut, termasuk pembedahan untuk mengangkat jaringan yang terinfeksi (Pappas, 2002). Oleh karena itu, pengawasan dan pencegahan penting untuk mencegah penyebaran Rhizopus di lingkungan yang bisa membahayakan hewan ternak atau hewan peliharaan.

Tujuan

Pengujian ini bertujuan untuk melakukan uji mikroskopis terhadap jamur Rhizopus dengan fokus pada pengamatan morfologi dan identifikasi spesies menggunakan karakteristik makroskopis dan mikroskopis. Diharapkan hasil pengujian ini dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu mikologi serta aplikasi praktis dalam bidang kesehatan (manusia, hewan, dan tanaman) dan industri pangan.

 

Materi dan Metode

Materi

Sampel yang digunakan untuk pengujian ini adalah sampel tanah yang dicurigai terinfeksi jamur Rhizopus sp. dan diisolasikan pada media agar SGA (Sabouraud Glukose Agar). Dimana jumlah sampel yang diuji di laboratorium adalah 2 sampel isolasi tanah pada agar.

Metode

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam pengujian jamur Rhizopus ini adalah petri glass, loop inokulasi steril, Biological Safety Cabinet (BSC), inkubator, kaca preparat, cover glass, dan mikroskop.

Media

Media yang digunakan untuk menumbuhkan Rhizopus biasanya berupa agar yang dapat mendukung pertumbuhan jamur. Beberapa media yang umum digunakan untuk isolasi Rhizopus adalah: PDA (Potato dextrose Agar), MEA ( Malt Extract Agar), Czapek Dox Agar (media ini biasa digunakan untuk isolasi jamur dari tanah dan bahan organik, SGA (Sabouraud Glukose Agar).

Media yang digunakan dalam pengujian ini adalah SGA karena media yang sering digunakan untuk menginokulasi jamur dan merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan jamur. Media ini memiliki komposisi yang khusus dirancang untuk mendukung pertumbuhan berbagai jenis jamur dan ragi. Dimana media ini kaya akan glukosa dan sedikit asam. SGA banyak digunakan dalam isolasi, identifikasi, dan penelitian jamur, serta untuk studi patogenitas jamur pada tanaman dan hewan.

SGA terdiri dari dua komponen utama yaitu Dextrose dan agar. Dextrose (glukosa) berfungsi sebagai sumber karbon yang mendukung pertumbuhan jamur sedangkan agar merupakan bahan pengental untuk membentuk media agar padat. Beberapa formula SGA juga mengandung pepton atau ekstrak ragi untuk menyediakan sumber nitrogen bagi jamur yang tumbuh. Komposisi umum SGA adalah Dextrose (40 gram), Peptone (10 gram), Agar (15 gram) dan air (1 liter pH biasanya disesuaikan sekitar 5,6).

Cara pembuatan media SGA

Sebanyak 50 gram SGA dilarutkan dalam 1 liter air destilata dan dipanaskan hingga larut sepenuhnya. Media disterikan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 15-20 menit untuk membunuh mikroorganisme kontaminan.

Isolasi

Setelah media SGA dingin atau beku dilakukan inokulasi sampel yang mengandung Rhizopus pada permukaan agar dengan menggunakan loop inokulasi steril. Kemudian di inkubasikan selama 3-5 hari pada suhu 37°C.

Pengamatan

Koloni yang tumbuh diamati setelah beberapa hari untuk mengalisis morfologi jamur yang berkembang, seperti pembentukan koloni, sporangiun, dan hifa atau miselium.

Membuat Preparat Uji

Jamur yang tumbuh pada media SGA setelah 3-5 hari, dilakukan pembuatan preparat dengan cara mengambil sedikit kultur jamur menggunakan pinset steril dan letakkan di atas kaca objek, kemudian preparat ditetesi dengan pewarnaan methylene blue, dan ditutup dengan cover glass. Pewarnaan methylene blue ini digunakan untuk memudahkan identifikasi dengan membantu menonjolkan struktur jamur, terutama miselium dan spora.

Uji Mikroskopis

Preparat uji yang telah dibuat dilakukan uji mikroskopis pada perbesaran 100 x 10. Diskripsi morfologi jamur Rhizopus sp.

Hasil dan Pembahasan

Sampel yang digunakan pada studi ini adalah tanah yang dicurigai terinfeksi atau terpapar jamur Rhizopus. Tanah ini berwarna merah keputihan dan abu-abu keputihan sehingga dicurigai terpapar jamur Rhizopus, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi tanaman yang tumbuh di tanah tersebut. Secara tidak langsung, keberadaan jmuar di tanah kemungkinan dapat mempengaruhi kesehatan hewan yang ada di sekeliling tanah yang terpapar tersebut. Identifikasi Rhizopus sp. dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan identifikasi berbasis kultur, makroskopis serta mikroskopis. Pengamatan morfologi jamur Rhizopus melibatkan analisis baik secara makroskopis (tampilan luar) maupun mikroskopis (struktur di bawah mikroskop).

 Jamur Rhizopus sp. di laboratorium dapat tumbuh baik pada berbagai media, termasuk yang mengandung garam amonium atau senyawa amino. Jamur jenis Rhizopus sp. jika dibiakkan di laboratorium sering menyebabkan kontaminasi pada jamur lain karena penyebaran sporanya sangat mudah sekali. Proses makan miselium pada media agar dihasilkan oleh stolon. Stolon ini kemudian melanjutkan pertumbuhannya. Pada tahap makroskopis, identifikasi Rhizopus sp. dilakukan berdasarkan penampilan koloni jamur yang tumbuh pada media agar. Sampel 1 berumur 3  hari yang diisolasi pada media kultur SGA terlihat pertumbuhan jamur pada gambar 2A. Sedangkan sampel  2 berumur 5 hari yang diiisolasi pada SGA dimana jamur yang tumbuh dapat dilihat pada gambar 2B.

Pengamatan dilakukan pada kedua sampel secara makroskopis terhadap jamur Rhizopus yaitu dengan mengamati koloni jamur yang tumbuh di media agar setelah inkubasi. Dilihat dari bentuk koloninya, koloni Rhizopus sp. berbentuk bulat dan biasanya berwarna putih pada awal pertumbuhannya. Seiring waktu, koloni menjadi gelap atau hitam karena perkembangan sporangium (struktur penghasil spora). Dari segi tekstur koloninya, Rhizopus sp. memiliki tekstur berbulu atau berbentuk benang halus yang sering disebut miselium. Pertumbuhannya cepat yang terlihat dari pembentukan hifa dan miselium yang meluas. Warna dari koloni Rhizopus sp. saat masih muda biasanya berwarna putih kekuningan tetapi saat sporangium terbentuk, warnanya bisa menjadi hitam atau kehitaman karena spora yang matang. Seperti terlihat pada gambar 2. Dalam beberapa hari saja ukuran dari koloni Rhizopus ini dapat berkembang dengan cepat dan mencapai diameter beberapa sentimeter (3-8 cm) tergantung pada kondisi lingkungan dan media. Koloni Rhizopus kadang-kadang mengeluarkan bau khas yang terkait dengan pembusukan bahan organik karena Rhizopus sp. adalah dekomposer.

Ciri–ciri dari jamur Rhizopus sp. yang diamati secara makroskopis yaitu bentuknya mirip kapas dan mampu menghasilkan spora dalam jumlah besar. Pertumbuhan miseliumnya cepat, dan warna miselium umumnya putih (Gambar 2). Setelah sporulasi berubah menjadi abu-abu atau coklat keemasan. Setelah pengamatan luarnya (makroskopis), pada sampel yang tumbuh dilakukan pengamatan secara mikroskopis untuk mengidentifikasi struktur-struktur yang lebih kecil dan penting dalam klasifikasi dan identifikasi Rhizopus sp. Secara mikroskopis, sampel 1 terlihat di bawah mikroskop seperti pada gambar 3A. Dilihat dari penampakan luarnya, sampel 2 tumbuh lebih banyak dibandingkan sampel 1,. Hal ini juga mempengaruhi pengamatan di bawah mikroskop. 

Pengamatan mikroskopis pada Rhizopus (Gambar 3) berfokus pada berbagai bagian morfologis jamur yang sangat khas yang membantu dalam identifikasi spesiesnya. Dimana secara mikroskopisnya, sampel 2 banyak tertutupi oleh miseliummya. Dilihat dari mikroskopisnya, tampak bagian-bagian jamur Rhizopus sp. yaitu hifa Rhizopus sp. berdiferensiasi menjadi tiga bagian yang khas yaitu stolon (daerah intermodal), rizoid (daerah nodal), dan sporangiofor.

Rizoid (akar) adalah bagian dari hifa jamur Rhizopus sp. yang merupakan struktur bercabang dan berfungsi untuk menempelkan diri ke substrat serta menyerap zat-zat yang diperlukan dari substrat. Rhizoid berbentuk seperti akar dan tumbuh ke bawah. Stolon adalah bagian dari jamur Rhizopus yang menyebar. Stolon adalah hifa yang berdiameter lebih besar dari pada rizoid dan sporangiofor. Stolon jamur ini tumbuh secara horizontal dan ditemukan menempel pada substratum. Stolonnya tidak memiliki septa (tidak memiliki dinding silang) dan tidak bercabang. Stolon memiliki struktur yang menyerupai batang yang menghubungkan satu koloni dengan yang lainnya. Sporangiofor jamur Rhizopus sp. adalah hifa yang menyerupai batang dan tumbuh ke atas. Sporangiofor jamur Rhizopus sp. memiliki ciri-ciri seperti tidak bercabang, muncul berlawanan arah dengan rizoid, memiliki tekstur yang halus, dan berujung sporangia hitam berbentuk bulat. Sporangiofor yaitu hifa yang mencuat ke udara dan banyak mengandung inti. Sporangiofor yang dibentuk biasanya berkelompok dua, tiga, atau lebih tetapi bisa juga hanya satu. Sporangiofor memanjang, berkolumelat, dan menghasilkan struktur reproduksi yang disebut sporangiospora. Sporangiospora tumbuh ke arah atas dan mengandung ratusan spora. Pada sporangiofor yang panjang menempel sporangium.

Sporangium berbentuk agak bulat sampai oval. Ukuran sporangium adalah 0,2 mm. Sporangium adalah struktur reproduktif aseksual yang terbentuk pada ujung stolon. Sporangium mengandung spora yang merupakan unit penyebaran jamur. Sporangium pada umumnya berwarna cokelat tua atau hitam setelah matang. Pada saat pertama terbentuk, sporangium berwarna lebih terang dan bisa tampak transparan hingga abu-abu muda. Di bawah mikroskop, sporangium dapat terlihat dengan mudah sebagai bulatan besar yang berada di ujung miselium atau stolon (Gambar 3). Sporangium menghasilkan struktur reproduksi yang disebut sporangiospora. Sporangispora berbentuk bulat hingga lonjong yang berwarna hialin hingga coklat. Di lingkungan sporangiospora ini dalam keadaan tidak aktif atau istirahat. Pada kondisi tertentu yang menguntungkan (keadaan lembab dan bertemu substratnya), sporangiospora ini mengalami perkecambahan untuk mengembangkan hifa vegetatif baru. Perkembangan jamur ini sangat cepat. Miselium adalah bagian jamur multiseluler yang dibentuk oleh kumpulan beberapa hifa. Sebagian Miselium berfungsi sebagai penyerap makanan dari organisme lain atau sisa-sisa organisme. Miselium Rhizopus sp. terdiri dari dua jenis, satu tertanam dalam lapisan dan yang lainnya seperti antena membentuk stolon.

Ada beberapa perbedaan jamur Rhizopus sp. ini dengan genus lain yaitu miselium Rhizopus sp. adalah aseptat, artinya miselium ini tidak memiliki sekat (seperti pada banyak jamur lain). Oleh karena itu, miselium Rhizopus sp. terlihat sebagai benang panjang yang terdiri dari sel-sel yang saling menyatu tanpa pembatas. Miselium Rhizopus sp. ini berbentuk tabung. Miselium ini umumnya tampak berwarna putih pada bagian permukaan, tetapi dapat berubah menjadi lebih gelap di bagian bawah koloni setelah terbentuknya sporangium. Sporangium jamur Rhizopus sp. ini relatif terbuka dan mudah pecah untuk melepaskan spora. Pada proses sporulasi, spora yang dihasilkan di dalam sporangium sering terlihat sebagai butiran bulat atau oval yang berwarna gelap. Setelah sporangium pecah, spora akan tersebar ke udara dan dapat menginfeksi substrat baru. Spora ini dapat diamati sebagai partikel kecil yang tersebar di sekitar sporangium.

Jamur Rhizopus sp. dapat membuat material yang terinfeksi terlihat keputihan karena spora dan miselium jamur tersebut. Ketika Rhizopus sp. tumbuh di material yang terinfeksi, miseliumnya akan menyebar, menciptakan lapisan tipis yang terlihat seperti lapisan putih di permukaan material. Selain itu, Rhizopus sp. juga menghasilkan spora yang dalam kondisi tertentu bisa menumpuk dan memberikan warna keputihan pada material yang diinfeksinya. Setelah mengenal ciri-ciri dari Rhizopus ini, maka yang tidak kalah penting yang harus kita pahami bahwa jamur Rhizopus ini termasuk jamur patogen terhadap hewan, manusia dan tumbuhan. Olehkarena itu, perlu adanya tindakan pencegahan sebelum jamur ini tumbuh dan tidak cepat berkembang pada material yang diinfeksinya.  

 

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

            Jamur Rhizopus ini selain dapat menyebabkan pembusukan pada tanaman, ia juga dapat menyebabkan penyakit (patogen) terhadap hewan dan manusia. Pengujian dilakukan pada 2 sampel tanah (berwarna merah keputihan dan abu-abu keputihan) yang dicurigai terpapar jamur Rhizopus sp. Yang mana dari tanah tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kesehatan hewan. Identifikasi jamur Rhizopus ini dilakukan dengan pendekatan isolasi berbasis kultur, makroskopis dan mikroskopis. Dilihat dari uji makroskopis jamur ini bentuknya mirip kapas dan biasanya berwarna putih pada awal pertumbuhannya. Dan secara mikroskopis, jamur ini memiliki ciri khas yaitu miseliumnya adalah aseptat, artinya miselium ini tidak memiliki sekat seperti pada banyak jamur lainnya dan sporangiumnya agak terbuka sehingga mudah pecah.  

 

Saran

            Pengujian jamur isolasi pada media SGA (Sabouraud Glucose Agar) sebaiknya dilakukan uji mikroskopisnya sebelum miselium jamur berkembang menjadi banyak karena penampakan pada mikroskopis jamur Rhizopus sp yang telah berkembang banyak akan tertutup oleh miseliumnya. Sehingga kesulitan dalam melihat hifa dan sporangiofornya atau bisa jadi jika jamurnya lebih tua sporangiofornya akan pecah. Sebaiknya dilakukan uji lanjutan dengan teknik molekuler (seperti PCR) untuk hasil yang lebih spesifik dan akurat. Diperlukan penganan agar jamur Rhizopus sp. tidak menginfeksi manusia, hewan dan tumbuhan.

  • 936 views
Sosial Media :
Share
Close