Share This
Get in Touch
BALAI VETERINER BUKITTINGGI
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
//Surveilans Resistensi Antimikroba di Provinsi Sumatera Barat 2019-2024

Surveilans Resistensi Antimikroba di Provinsi Sumatera Barat 2019-2024

Tags :

Shandy Maha Putra1, Rudi Harso Nugroho1, Iga Mahardi1, Ibran Eka Putra2

Intisari

 

Rencana Aksi Nasional Indonesia 2020-2024 dalam pengendalian resistensi antimikroba adalah melalui pelaksanaan kegiatan surveilans resistensi antimikroba. Escherichia coli adalah mikroflora normal (bakteri) gram negatif yang biasa terdapat pada saluran pencernaan unggas yang digunakan sebagai indikator untuk melihat pola perkembangan resistensi antimikroba pada populasi mikroba secara umum. Salmonella spp. adalah adalah bakteri patogen gram negatif yang menginfeksi unggas, digunakan sebagai indikator untuk melihat pola perkembangan resistensi antimikroba pada populasi mikroba patogen yang bersifat zoonosis. Program surveilans antimikrobial resistens (AMR) Balai Veteriner Bukittinggi dilakukan dengan isolasi sampel dari sekum ayam broiler. Organ tersebut diperoleh dari Rumah Potong Unggas (RPHU) dan atau Tempat Pemotongan Unggas (TPU) dari tahun 2019-2024 di antaranya Kota Padang Panjang 164 sampel, Kab. Tanah Datar 206 sampel, Kab. Agam 177 sampel, Kab. Lima Puluh Kota 344 sampel, Kota Padang 14 sampel, Kota Solok 12 sampel, Kab. Padang Pariaman 8 sampel, Kota Bukittinggi 72 sampel dan Kota Payakumbuh 194 sampel. Sampel diambil secara acak dan unit sampling yang ditetapkan pada unggas broiler adalah RPHU/TPU yang merepresentasikan suatu peternakan dengan target spesimen berupa sepasang sekum segar yang dikoleksi secara acak dari satu kelompok unggas yang berasal dari satu peternakan. Teknik pengambilan sampel sekum dilakukan secara aseptis agar tetap higienis. Sampel sekum yang diambil dalam keadaan segar dan disimpan pada suhu 2-4oC. Dari hasil pengujian tahun 2019-2024 ditemukan sampel positif E. coli AMR sebanyak 851 sampel dan Salmonella spp AMR sebanyak 20 sampel. Kegiatan ini merupakan salah satu tahap awal dari serangkaian kegiatan untuk menentukan tingkat antimikroba resistens (AMR) pada unggas.

 

Kata kunci: AMR, Balai Veteriner Bukittinggi, E. coli, Salmonella spp., Sekum

 

Pendahuluan

Laporan di berbagai negara dalam beberapa dekade terakhir mencatat adanya peningkatan laju resistensi antimikroba, namun disisi lain penemuan dan pengembangan jenis antibiotik (antimikroba) baru berjalan sangat lambat. Dengan kata lain, pola peningkatan laju resistensi sudah berbanding terbalik dengan penemuan obat antimikroba baru. Dalam upaya mengendalikan laju perkembangan resistensi antimikroba khususnya di sektor peternakan dan kesehatan hewan, salah satu bentuk dari komitmen Pemerintah (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan) adalah melalui pelaksanaan kegiatan surveilans resistensi antimikroba. Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk implementasi dari salah satu tujuan strategis Rencana Aksi Nasional Indonesia 2020-2024 dalam pengendalian resistensi antimikroba, yaitu terkait dengan penguatan bukti ilmiah yang dilakukan melalui pengembangan sistem surveilans resistensi antimikroba yang berkelanjutan.

Escherichia coli (E. coli) merupakan mikroflora normal, bakteri yang berbentuk batang, dan gram negatif yang biasa terdapat pada saluran pencernaan unggas. Bakteri ini digunakan sebagai indikator untuk melihat pola perkembangan resistensi antimikroba pada populasi mikroba secara umum. Bahan pangan yang terkontaminasi bakteri patogen E. coli dapat menghasilkan perubahan fisik dan kimiawi yang merugikan dan berbahaya apabila dikonsumsi karena dapat menimbulkan penyakit (Ariyanti, et al., 2000). Beberapa serotipe dari E. coli bersifat patogen pada hewan dan manusia. Serotipe O157:H7 misalnya dapat menginduksi sekresi cairan tubuh secara berlebihan dan terus menerus sehingga terjadi diare dan dapat menyebabkan meningitis. Penularan dan penyebaran agen penyakit ini dapat melalui tinja, lingkungan yang tercemar E. coli, bahan makanan asal hewan seperti daging sapi dan daging ayam segar (Djoepri, 2006). Keberadaan mikroba patogen seperti E. coli pada daging ayam dapat menyebabkan kekhawatiran masyarakat akan bahayanya ketika mengkonsumsi daging ayam (Dewantoro, et al., 2009).

Salmonella spp. adalah adalah bakteri patogen gram negatif yang termasuk dalam keluarga Enterobacteriaceae dan menginfeksi unggas, digunakan sebagai indikator untuk melihat pola perkembangan resistensi antimikroba pada populasi mikroba patogen yang bersifat zoonosis. S. enterica serovar Enteritidis (Salmonella enteritidis) dan S. enterica serovar Typhimurium (Salmonella typhimurium) merupakan serovar yang berkaitan dengan infeksi pada manusia. Bakteri ini merupakan patogen zoonotik yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan, seperti Salmonellosis. Antimikroba seperti fluoroquinolon, ceftriaxone, dan sulfonamide sering digunakan untuk pengobatan infeksi Salmonella. Namun, di sektor peternakan, antimikroba juga digunakan sebagai aditif pakan untuk meningkatkan efisiensi produksi yang berkontribusi pada seleksi resistensi antimikroba (Koirala, et al., 2021)

Penggunaan antibiotik pada sektor peternakan umumnya bertujuan untuk pengobatan ternak sehingga mengurangi resiko kematian dan mengembalikan kondisi ternak menjadi sehat. Namun penggunaan antibiotika tidak sesuai anjuran dan dosis yang ditetapkan dapat menyebabkan residu pada produk ternak yang dihasilkan (Bahri, et al., 2005). Dampak negatif dari pemakaian antibiotik secara luas yang tidak terkontrol dalam dunia peternakan adalah timbulnya residu yang dapat menyebabkan penurunan populasi mikroflora yang diperlukan oleh manusia dan resistensi terhadap antibiotika (Barton, 2000).

Sistem surveilans Antimicrobial Resistance (AMR) Nasional di Sektor Peternakan dan Kesehatan Hewan dilakukan melalui sistem monitoring resistensi pada hewan dan produk hewan. Sistem monitoring pada hewan dirancang untuk mulai dilaksanakan pada tahun 2018 secara nasional dengan prioritas kegiatan untuk monitoring resistensi antimikroba di unggas potong (broiler). Pendekatan yang dilakukan mengacu pada pilot percontohan yang telah dilaksanakan pada tahun 2017 dengan mempertimbangkan efektivitas situasi di Indonesia. Sistem surveilans resistensi antimikroba dalam pelaksanaannya melibatkan peran dan fungsi teknis UPTP (Unit Pelaksana Teknis Pusat) yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) di Indonesia. Meliputi Balai Besar Veteriner/Balai Veteriner (BBVET/BVET) dan Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan (BPMSPH). Peran BBVET/BVET dikhususkan untuk melakukan koleksi sampel yang kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan pengujian laboratorium untuk isolasi dan identifikasi bakteri target yang diharapkan. Sedangkan BPMSPH akan berperan sebagai laboratorium pengujian lanjutan terhadap kepekaan isolat bakteri yang telah diisolasi dari setiap BBVET/BVET. Seluruh isolat yang telah diujikan akan disimpan di BPMSPH sebagai bank isolate (biorepository) jika sewaktu-waktu diperlukan untuk uji peneguhan atau uji lanjutan atau kajian khusus yang dibutuhkan.

Tujuan dari monitoring antimikrobial resistensi (AMR) pada hewan adalah untuk mengetahui pola perkembangan resistensi secara berkelanjutan pada bakteria indikator tertentu (E. coli dan Salmonella spp) di Provinsi Sumatera Barat yang diisolasi dari sekum ayam broiler yang selanjutnya akan di isolasi dan dikirim ke BPMSPH Bogor untuk dilakukan pengujian lanjutan AMR (Antimicrobial Resistance) sesuai dengan pedoman surveilans resisten antimikroba nasional.

 

Materi dan Metode

Kegiatan pengambilan dan pengujian sampel sekum ayam ini dilaksanakan pada tahun 2019 hingga 2024. Lokasi pengambilan sampel sekum ayam broiler di Rumah Potong Unggas (RPHU) dan atau Tempat Pemotongan Unggas (TPU) di Kota Padang Panjang, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Agam, Kabupaten Lima Puluh Kota, Kota Padang, Kota Solok, Kabupaten Padang Pariaman, Kota Bukittinggi dan Kota Payakumbuh. Pengujian dilaksanakan di Laboratorium Kesmavet Balai Veteriner Bukittinggi dan uji yang dilakukan adalah E. coli AMR dan Salmonella spp AMR. Unit sampling yang ditetapkan pada sistem monitoring antimikrobial resistensi (AMR) pada unggas broiler adalah RPHU dan atau TPU. Target spesimen berupa sepasang sekum penuh, segar, dan tidak ada lesi yang dikoleksi dari satu ekor ayam broiler. Setiap sampel sekum berasal dari sumber peternakan yang berbeda. Unit sampling yang ditetapkan pada sistem monitoring resistensi antimikroba pada unggas broiler adalah RPHU/TPU yang merepresentasikan suatu peternakan, dengan target spesimen berupa sepasang sekum segar yang dikoleksi secara acak dari satu kelompok unggas yang berasal dari satu peternakan.  

Alat dan bahan yang digunakan untuk pengambilan sampel di lapangan di antaranya sarung tangan, masker, gunting, pinset, wadah plastik steril, spidol water proof, cool box, ice gel pack, kapas, dan alkohol 70%. Pengambilan sampel dilakukan di RPHU dan atau TPU. Lokasi yang diambil di antaranya Kota Padang Panjang, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Agam, Kabupaten Lima Puluh Kota, Kota Padang, Kota Solok, Kabupaten Padang Pariaman, Kota Bukittinggi dan Kota Payakumbuh. Pemilihan acak secara sederhana terhadap ayam broiler yang menjadi target sampel. Kriteria sekum ayam broiler yang diambil adalah sekum yang segar, penuh, dan tidak ada lesi. Penuh dalam hal ini sekum harus berisi kotoran dan bukan sekum yang kosong. Preparasi sekum dilakukan secara aseptis. Setiap sampel yang dikoleksi, dikemas, dan diberi label identitas sampel. Sampel dipertahankan rantai dingin selama ditransportasikan ke laboratorium. Sampel dapat disimpan dalam kotak pendingin berisi frozen ice selama maksimum 12 jam (tanpa dibuka) pada suhu 2-4°C. Sampel harus diangkut ke laboratorium dalam waktu 12 jam setelah pengumpulan. Jika sampel tidak dapat diangkut ke laboratorium dalam waktu 12 jam maka harus ditempatkan di kulkas atau penambahan es pada cool box setiap 12 jam selama penyimpanan. Sampel dibawa ke laboratorium dan suhunya harus dipertahankan sampai di laboratorium. Sampel ditempatkan di lemari pendingin pada suhu 2-4°C selama maksimal 72 jam setelah sampel diterima di laboratorium. Sampel diambil dan diproses secara aseptis.

Isolasi dan Identifikasi E. coli

Isolasi dan identifikasi bakteri E. coli di laboratorium dengan menggunakan metode pemupukan secara langsung ke dalam media selektif MacConkey agar (MCA) yang kemudian dilanjutkan dengan uji konfirmasi secara biokimia Indole, Methyl Red, Voges Proskauer, dan Citrate (IMVIC) sesuai dengan metode seperti berikut:

  1. Sampel sekum diinokulasi ke media MCA secara aseptis, di inkubasi pada suhu 35-37oC selama18-24 jam.
  2. Koloni E. coli akan berwarna pink pada media MCA, pilih 3 koloni terpisah presumtive E. coli dan diinokulasi pada 3 media MCA untuk dilakukan pemurnian.
  3. Ambil 1 isolat presumtive E. coli yang telah murni, kemudian diinokulasi pada media non selektif (Blood agar/Nutrient agar/Plate count agar) dan inkubasi pada suhu 35-37oC selama18-24 jam.
  4. Uji konfirmasi menggunakan uji indole/IMVIC.
  5. Isolat yang terkonfirmasi E. coli kemudian disimpan di media Tripton Soya Broth (TSB) yang ditambahkan gliserol 20% dan disimpan di suhu -80oC, sedangkan untuk Isolat E. coli yang akan dikirim ke BPMSPH menggunakan media (TSB) ditambahkan gliserol 20%, dan disimpan di suhu -20oC. Selama proses pengiriman ke BPMSPH, suhu isolat dijaga tetap berada pada suhu 4-8oC.

Isolasi dan Identifikasi Salmonella spp.

Isolasi dan identifikasi bakteri Salmonella spp. di laboratorium dengan menggunakan metode isolasi Salmonella spp. berdasarkan SNI ISO 6579. Prinsip deteksi Salmonella spp. adalah melalui empat tahapan yaitu tahap pra-pengayaan (pre-enrichment) pada media cair non-selektif, tahap pengayaan (enrichment) pada media selektif serta tahap konfirmasi dengan uji biokimia dan serologi. Setiap proses pengujian selalu disertai dengan menggunakan kontrol positif. Berikut tahapan analisa Salmonella spp. berdasarkan SNI ISO 6579 sebagai berikut:

Pra-Pengayaan

  • Timbang berat sampel sekum lalu dimasukkan dalam kantong steril.
  • Tambahkan larutan Buffered Pepton Water (BPW) ke dalam kantong steril yang berisi sekum tersebut dengan perbandingan sebesar 1:9 (1 bagian sekum dan 9 bagian larutan BPW), homogenkan dengan stomacher selama 1-2 menit.
  • Inkubasi suspensi pada suhu antara 35oC selama 18 jam + 2 jam.

Pengayaan

    • Aduk perlahan biakan pra-pengayaan kemudian inokulasikan suspensi hingga tiga tetes secara terpisah dan diberi jarak yang sama (sekitar 0,1 ml) ke dalam plate media Modified Semisolid Rappaport Vassiliadis (MSRV).
    • Inkubasikan media MSRV dalam posisi tutup petri di bagian atas pada temperatur 41,5oC selama 24 jam + 3 jam.
    • Amati pertumbuhan bakteri yang akan ditunjukan dengan adanya lingkaran pertumbuhan yang berasal dari tempat inokulasi.
    • Subkultur dapat diambil dari tepi luar lingkaran untuk dilanjut ke pengujian selanjutnya.

Penumbuhan pada Agar Selektif (Plating Out)

    • Ambil dengan jarum ose dari media pengayaan dan inokulasikan pada media Xylose-Lysine Deoxycholate Agar (XLD) dan Hektoen Enteric (HE). Inkubasikan pada temperatur antara 37 oC selama 24 jam + 3 jam.
    • Pada media XLD koloni khas Salmonella terlihat merah muda dengan atau tanpa titik hitam (H2S) dan zona agak transparan berwarna, sedangkan koloni Salmonella sp. pada media HE terlihat berwarna hijau kebiruan dengan atau tanpa titik hitam (H2S).
    • Jika tidak ditemukan koloni terduga Salmonella spp. yang karakteristiknya sesuai dengan kontrol positif koloni Salmonella spp. yang ditanam di media XLD dan HE maka pengujian dinyatakan selesai dan hasil uji adalah negatif Salmonella spp.
    • Jika ditemukan koloni terduga Salmonella spp. pada salah satu atau semua media selektif (XLD dan HE) maka selanjutnya melakukan identifikasi dengan mengambil koloni yang diduga dari kedua media tersebut sedikitnya 5 koloni. Lalu diinokulasikan ke media Triple Sugar Iron Agar (TSIA) dengan cara menggores permukaan agar miring (slant) dan menusuk bagian tegak (butt).
    • Inkubasikan pada suhu antara 37oC selama 24 jam + 3 jam. Jika reaksi media TSIA dari koloni terduga Salmonella spp tidak sesuai dengan TSIA dari kontrol positif Salmonella spp maka pengujian dinyatakan selesai dan hasil pengujian adalah negatif Salmonella spp.
    • Reaksi Biokimia Salmonella spp. pada media TSIA yaitu pada bagian tegak (Butt) dan bagian permukaan (Slant).
    • Mayoritas dari kultur Salmonella spp. bereaksi pada media TSIA: warna merah (slant) dan warna kuning (butt) dengan terbentuknya H2S dan gas lalu dilanjut ke uji biokimia. Namun ada juga reaksi Salmonella spp. pada media TSIA yaitu berwarna kuning (slant) maka pengujian tetap dilanjut ke uji biokimia.
    • Selanjutnya isolat TSIA terduga Salmonella spp. tersebut diinokulasi ke dalam media NA miring dan diinkubasi pada suhu 35oC. Isolat ini yang akan digunakan untuk uji biokimia dan uji serologi.

Uji Biokimia dan Uji Serologis

Uji Urease

  • Inokulasikan koloni terduga dari NA miring dengan ose ke Urea Agar.
  • Inkubasikan pada temperatur 37 oC selama 24 jam + 3 jam
  • Reaksi positif media Urea akan berubah menjadi warna pink, sedangkan hasil uji spesifik Salmonella adalah negatif uji urease.

Uji L-Lysine Decarboxylation Broth (LDB)

  • Ambil satu ose koloni dari media Nutrient Agar (NA) miring dan inokulasikan ke dalam LDB.
  • Inkubasikan pada temperatur 37oC selama 24 jam + 3 jam.
  • Kekeruhan dan warna ungu setelah inkubasi menunjukkan reaksi positif. Warna kuning menunjukkan reaksi negatif.
  • Mayoritas Salmonella memberikan reaksi positif pada uji LDB.

Uji Indol (Opsional)

    • Inokulasikan koloni dari media NA miring ke dalam media Sulphide Indole Motility (SIM) dan inkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam + 3 jam.
    • Setelah inkubasi ditambahkan 1 mL reagen Kovacs.
    • Hasil uji positif ditandai dengan adanya cincin merah di permukaan media.
    • Hasil uji negatif ditandai dengan terbentuknya cincin kuning.
    • Salmonella spp. memberikan reaksi negatif pada uji ini.
    • Jika hasil reaksi biokimia pada koloni terduga Salmonella spp. tidak sesuai dengan reaksi biokimia pada kontrol positif Salmonella spp. maka pengujian dinyatakan selesai dan hasil pengujian adalah negatif Salmonella spp. Namun jika hasil reaksi biokimia pada koloni terduga Salmonella spp sesuai dengan reaksi biokimia pada kontrol positif Salmonella spp maka pengujian dilanjut ke tahap pengujian Serologis.

Uji serologis

Eliminasi strain auto-agglutinable

    • Teteskan satu tetes larutan garam fisiologis (NaCl 0,85%) steril pada gelas objek yang bersih dan tambahkan satu ose koloni dari selanjutnya campurkan untuk mendapatkan suspensi yang homogen dan keruh.
    • Goyangkan gelas objek dengan perlahan selama 5-60 detik. Amati suspensi dengan latar belakang gelap sambil diamati adanya reaksi aglutinasi.
    • Jika suspensi membentuk granula (butiran), hal ini menunjukkan autoaglutinasi.

Uji Polyvalent Somatic (O)

    • Letakkan satu ose isolat NA miring pada gelas preparasi dan tambahkan satu tetes larutan garam fisiologis (NaCl 0,85%) steril dan ratakan dengan ose.
    • Berikan satu tetes Salmonella polyvalent somatic (O) antiserum disamping suspensi koloni.
    • Campur suspensi koloni ke antiserum sampai tercampur sempurna.
    • Miringkan campuran tersebut ke kiri dan ke kanan dengan latar belakang gelap sambil diamati adanya reaksi aglutinasi.
    • Siapkan kontrol dengan mencampur larutan garam fisiologis dan antiserum.
    • Reaksi positif ditandai dengan adanya aglutinasi.

Uji Polyvalent Flagelar (H)

    • Letakkan satu ose koloni dari isolat NA miring pada gelas preparasi dan tambahkan satu tetes larutan garam fisiologis (NaCl 0,85%) steril dan ratakan dengan kultur
    • Berikan satu tetes Salmonella polyvalent flagelar (H) antiserum di samping suspensi koloni.
    • Campur suspensi koloni ke antiserum sampai tercampur sempurna.
    • Miringkan campuran tersebut ke kiri dan ke kanan dengan latar belakang gelap sambil diamati adanya reaksi aglutinasi.
    • Siapkan kontrol dengan mencampur larutan garam fisiologis dan antiserum.
    • Reaksi positif ditandai dengan adanya aglutinasi.

Prosedur Penyimpanan dan Pengiriman Isolat

Pemurnian isolat dilakukan dengan menggunakan 4 (empat) tahapan goresan pada media non selektif, sehingga diperoleh satu koloni terpisah yang murni seperti pada gambar di bawah ini. Setiap isolat yang terkonfirmasi, disimpan di media Triptone Soy Broth (TSB) yang ditambahkan gliserol 20% secara duplo kemudian disimpan di suhu -80oC. Hal ini bertujuan sebagai arsip isolat di balai. Penyimpanan dilakukan maksimal 6 bulan atau sampai mendapat konfirmasi dari BPMPSH. Prosedur pengiriman isolat yang akan dikirim ke BPMSPH menggunakan media TSB yang ditambahkan gliserol 20% dan disimpan di suhu -20oC. Selama proses pengiriman ke BPMSPH, suhu isolat dijaga tetap berada pada suhu 4-8oC. Pengiriman isolat ke BPMSPH dilakukan secara berkala (3 bulan sekali) untuk menghindari penumpukan pengerjaan uji kepekaan. Untuk memudahkan penelusuran balik dari setiap isolat yang dikirim, maka label isolat bakteri yang dikirimkan ke BPMSPH dibuat sesuai dengan standar pelabelan isolat.

 

Pembahasan

Hasil surveilans resistensi antimikroba di Provinsi Sumatera Barat dari tahun 2019 sampai dengan 2024 menunjukkan bahwa pemeriksaan sampel dari lokasi yang telah disampling menunjukkan hasil seperti pada Tabel 1. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa persentase positif bakteri E. coli AMR di Kota Padang Panjang 100%, Kabupaten Tanah Datar 100%, Kabupaten Agam 100%, Kabupaten Lima Puluh Kota 98,05%, Kota Padang 100%, Kota Solok 100%, Kabupaten Padang Pariaman 75%, Kota Bukittinggi 98,48% dan Kota Payakumbuh 98,64%. Sedangkan persentase positif bakteri Salmonella spp AMR di Kota Padang Panjang 2,17%, Kabupaten Tanah Datar 3,03%, Kabupaten Agam 8,77%, Kabupaten Lima Puluh Kota 10,34%, Kota Padang 0%, Kota Solok 16,67%, Kabupaten Padang Pariaman 0%, Kota Bukittinggi 0% dan Kota Payakumbuh 4,26% (Table 1).

Pengujian resistensi antimikroba pada E. coli dan Salmonella spp. di BPMSPH-Bogor bertujuan untu memastikan kemurnian setiap isolat yang dikirimkan oleh BBVET/BVET sebelum dilakukan uji kepekaan antimikroba. Uji kepekaan antimikroba untuk isolat E. coli dan Salmonella spp. dilakukan terhadap 15 jenis antimikroba dengan menggunakan metode broth microdilution sehingga keluaran yang diharapkan berupa konsentrasi minimal hambatan antimikroba terhadap pertumbuhan bakteri (MIC atau minimum inhibitory concentration). Adapun daftar jenis antibiotik tersebut sebagai berikut Amikacin, Ampicillin, Azithromycin, Cefotaxime, Ceftazidime, Chloramphenicol, Ciprofloxacin, Colistin, Gentamicin, Meropenem, Nalidixic Acid, Sulfamethoxazole, Tetracycline, Tigecycline dan Trimethoprim.

 

Kesimpulan

Isolasi dan identifikasi positif bakteri E. coli AMR di Kota Padang Panjang 100%, Kabupaten Tanah Datar 100%, Kabupaten Agam 100%, Kabupaten Lima Puluh Kota 98,05%, Kota Padang 100%, Kota Solok 100%, Kabupaten Padang Pariaman 75%, Kota Bukittinggi 98,48% dan Kota Payakumbuh 98,64%. Sedangkan persentase positif bakteri Salmonella spp AMR di Kota Padang Panjang 2,17%, Kabupaten Tanah Datar 3,03%, Kabupaten Agam 8,77%, Kabupaten Lima Puluh Kota 10,34%, Kota Padang 0%, Kota Solok 16,67%, Kabupaten Padang Pariaman 0%, Kota Bukittinggi 0% dan Kota Payakumbuh 4,26%. Hal ini memperlihatkan bahwa masih tinggi bakteri E. coli dan Salmonella spp yang terdeteksi pada peternakan di wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi khususnya Provinsi Sumatera Barat. Isolat bakteri E.coli dan Salmonella spp. yang positif akan dilanjutkan dengan uji AMR di BPMSPH Bogor yang dapat menunjukkan hasil apakah bakteri tersebut masih tahan terhadap antibiotika atau sudah resisten. Adapun pengujian lanjutan AMR di antaranya Amikacin, Ampicillin, Azithromycin, Cefotaxime, Ceftazidime, Chloramphenicol, Ciprofloxacin, Colistin, Gentamicin, Meropenem, Nalidixic Acid, Sulfamethoxazole, Tetracycline, Tigecycline dan Trimethoprim.

  • 172 views
Sosial Media :
Share
Close