Share This
Get in Touch
BALAI VETERINER BUKITTINGGI
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
//Penyakit Paratuberculosis

Penyakit Paratuberculosis

Tags :

Paratuberkulosis pertama kali dilaporkan oleh Johne dan Frothingham pada tahun 1895. Penyakit ini telah tersebar luas di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Denmark, Belgia, Belanda, Kanada, India dan Australia (bersifat endemik di Victoria dan Tasmania).

Bakteri Mycobacterium avian subspesies paratuberculosis (MAP) merupakan kuman bakteri penyebab Penyakit Paratubercolosis atau Johne’s Desease (JD) pada sapi. Kadang-kadang bakteri ini juga disebut sebagai Myco Johne. Sedangkan pada manusia menyebabkan Crohn’s Diseases (CD). Kedua penyakit ini mempunyai ciri-ciri gejala dan patologis yang sama yaitu menimbulkan radang kronis pada usus terutama ileum dan kolon yang khas dengan granulomatosa.

Hubungan antara JD dan CD masih dalam penelitian, beberapa peneliti menyatakan tidak ada bukti yang kuat bahwa MAP ditularkan dari hewan atau hasilnya. Tapi beberapa peneliti menyatakan bahwa susu sapi dan produk olahannya merupakan bahan pangan yang diduga kuat sebagai sumber penularan.

Mikobacterium ini merupakan bakteri gram positif, berbentuk batang pendek dan gemuk serta ujung-ujungnya bulat, nonmotil, berukuran kecil dan membentuk kelompok, dia dalam pertumbuhannya sangat tergantung pada mycobactin. Kuman ini mempunyai sifat pertumbuhan yang lambat, namun kemampuan menimbulkan penyakit sangat merugikan. Meskipun Mycobacterium avian subspesies paratuberculosis bersifat parasit obligat, namun kuman tersebut dapat tahan hidup utuk waktu yang lama diluar tubuh hospesnya bila suasana serasi.

Masa inkubasi penyakit ini sangat lama (2-4 tahun) yaitu sejak hewan masih muda (0-6 bulan) dan akan menunjukkan gejala klinis pada saat sapi berumur 2 tahun keatas karena bersifat kronis, sehingga pada sapi berumur kurang dari 2 tahun jarang teramati gejala klinisnya. Penyakit paratuberculosis merupakan gangguan yang berupa radang usus kronis yang tersifat yang disertai dengan gejala klinis pada stadium akhir berupa diare kronik dan kehilangan berat badan atau kekurusan yang bersifat progresif walaupun demikian nafsu makan sapi tetap baik. Gejala yang ditimbulkan tidak spesipik seperti diare, muntah, demam, hingga diare berdarah sehingga sering tidak di diagnosis segera. Sedangkan pada sapi perah akan diikuti dengan penurunan produksi susu.

Penularannya bisa melalui kotoran (feses) yang mengandung kuman Mycobacterium avian subspesies paratuberculosis yang menempel pada punting susu induk atau pakan yang terkontaminasi feses yang mengandung kuman. Sapi yang sudah menunjukkan gejala klinis akan sangat berbahaya bagi hewan sekelompoknya.

Jadi sifat yang penting dari penyakit ini meliputi jalan penyakit yang lambat serta tidak jelasnya proses infeksi, masa tunas/inkubasi penyakit yang panjang dan daya tahan yang tinggi kuman untuk hidup diluar tubuh hewan.

Petunjuk diagnosa pada penyakit paratubercolosis dapat dari sejarah penyakit, ditemukan gejala klinis utama, uji laboratorium antara lain uji serologi untuk mendeteksi Antidody dengan berupa Complement Fixation Test (CFT), Enzyme Linked Immono Sorbent Assay (ELISA) dan AGP, sementara Fragmen DNA bakteri dapat diamplifasi dengan metode uji teknologi biomolekuler berupa Polimerase Chain Reaction (PCR). Uji laboratorium yang lain juga dapat dengan pemeriksaan mikroskopis secara langsung dengan pengecatan tahan asam, serta dilakukan Isolasi dan Identifikasi dengan medium khusus berupa pemeriksaan bakteriologis dari tinja, ujia lergi yang analog denganuji tuberculin untuktuberkulosis. Biofsi kelenjar limfe mesentrika dengan melakukan laparotomi untuk mengeluarkan kelenjar limfe kemudian dilakukan pemeriksaan FAT.

Pencegahan dan Pemberantasan. Kandang harus dijaga tetap bersih dan yang tercemar dapat melakukan desinfeksi kandang. Hewan yang terserang biasanya resisten terhadapan Antibiotika dan kemoterapi lainnya. Oleh karena itu pengobatan adalah tidak efektif. Vaksinasi untuk pencegahan dapat dilakukan menggunakan vaksin inaktif dari bakteri M. paratuberkulosis yang tidak ganas dengan menyuntikkan di bawah kulit atau menggunaka vaksin aktif yang disuntikkan di bawah kulit leher. Pada pedet disuntik pada umur kurang dari 1 bulan.

Di beberapa negara seperti New Zeland, Australia, Inggris dan Medeterranean, penyakit ini terkenal sebagai salah satu penyakit menular yang penting pada industri peternakan sapi dan domba. Di Afrika, paratuberculosis dilaporkan di sejumlah Negara antara lain Sudan, Ethiopia, Kenya, Uganda, Tansania, Nigeria, Zambia danAfrika selatan. Di USA penyakit tersebut dapat menimbulkan kerugian ekonomi pada industry petenakan. Di beberapa negara seperti Australia dan New Zeland prevalensi penyakit ini cukup tinggi yaitu 17% dan 22%. Indonesia pernah mengimpor bibit sapi dari Negara tersebut untuk pengembangan peternakan, baik berupa sapi perah maupun sapi potong, hal ini memungkinkan penyakit tersebut terbawa masuk ke Indonesia dan menginfeksi hewan-hewan yang ada di Indonesia.

Selain itu adanya program pemerintah dalam swasembada daging sapi menjadikan pemberantasan terhadap penyakit ini sangat diperlukan. Permintaan produksi daging sapi domestik terus meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, meningkatnya pendapatan masyarakat dan kesadaran pemenuhan kebutuhan. Dalam rangka membantu program pemerintah tersebut salah satu tupoksi dari Balai Veteriner Bukittinggi adalah menyidik dan menguji penyakit guna mengetahui sedini mungkin tentang adanya kasus penyakit serta ikut berupaya dalam mencegah penyebaran penyakit tersebut.

Dalam pengujian terhadap penyakit Paratubercolosis ini, Balai Veteriner Bukittingg telah melakukan pengujian untuk mendeteksi antibody secara serologi dengan metode ELISA yang dilakukan oleh laboratorium Bakteriologi dan bila dihasilkan positif akan di konfirmasi dengan menggunakan metode PCR yang dilakukan olah laboratotrium Biotek.

Pengujian secara serologi sendiri telah dikerjakan sejak tahun 2011 terutama pada sapi-sapi yang mempunyai gejala kurus, diare dan menurut peternak sapi tersebut mempunyai nafsu makan yang masih baik. Didapatkan pula hasil serpositif pada pengujian yang telah dilakukan, maka sekiranya sangat perlu dan penting melakukan Survaillans dan monitoring yang yang berkelanjutan serta berulang untuk melakukan pemantauan dan ini akan sangat bermanfaat dalam membantu program pemerintah dalam swasembada daging. Yang tidak kalah pentingnya merupakan salah satu upaya dalam menjaga rasa aman bagi masyarakat dalam mengkonsumi produk asal hewan.

Sebagai laboratorium yang telah menemukan adanya seropositif maka kami himbau dan sarankan kepada semua pihak yang terkait dalam masalah kesehatan hewan untuk  perketat pengawasan lalulintas ternak serta hindari kemungkinan adanya kontaminasi pakan, air, air susu dan peralatan dari kotoran sapi yang terinfeksi terutama terhadap pedet-pedet disekitar sapi yang terinfeksi kuman Mycobacterium avian subspesies paratuberculosi

  • 4163 views
Sosial Media :
Share
Close