DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
Karakteristik Epidemiologi Penyakit Mulut dan Kuku Di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2022–2023
Etri Mardaningsih1, Nurhayati2, Rina Hartini1, Tri Susanti1
Intisari
Penyakit mulut dan kuku (PMK) merupakan penyakit hewan menular yang menyerang hewan berkaki belah, seperti sapi, kambing, domba, kerbau, dan babi. Pada Bulan April 2022, PMK kembali mewabah di Indonesia (re-emerging disease), yaitu di Provinsi Jawa Timur dan Aceh. Pada tanggal 12 Mei 2022, kasus PMK pertama dilaporkan di wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi (BVet Bukittinggi), yaitu di Kabupaten Sijunjung dan telah terkonfirmasi positif PMK oleh BVet Bukittinggi. Tujuan dari tulisan ini adalah memberikan gambaran karakteristik epidemiologi PMK di Provinsi Sumatera Barat dari tahun 2022-2023 berdasarkan variabel waktu, tempat, dan hewan. Data dikumpulkan dari Bulan Januari 2022 sampai Desember 2023 dari sembilan belas kabupaten di Provinsi Sumatera Barat. Data-data tersebut diinput ke dalam sistem informasi laboratorium (IVlab 5). Studi yang digunakan adalah studi deksriptif untuk memberikan gambaran epidemiologi PMK berdasarkan variabel waktu, tempat, dan hewan. Analisa menggunakan Ms.Ecxell untuk menghitung persentase dan proporsi dari setiap variabel. Pada variabel tempat, data juga diolah menggunakan software Qgis supaya dapat divisualisasikan dalam bentuk peta penyakit. Selain menggunakan peta, data juga divisualisasikan dengan histogram (epidemic curve) dan pie chart. Pada tahun 2022, terdapat dua kabupaten yang belum terkonfirmasi positif PMK, yaitu Kepulauan Mentawai dan Kota Bukittinggi. Kasus tertinggi terjadi pada Bulan Mei 2022 yang kemungkinan terjadi karena peningkatan kebutuhan sapi untuk pemenuhan kebutuhan hari Raya Idul Adha. Pada tahun 2023, hanya satu kabupaten yang belum terkomfirmasi positif PMK, yaitu Kepulauan Mentawai. Hal ini kemungkinan dapat terjadi karena Mentawai berbentuk kepulauan sehingga lalu lintas ternak mudah dikontrol. Jumlah hewan positif PMK tahun 2023 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2022.
Kata kunci: Deskriptif, Penyakit Mulut dan Kuku, Sumatera Barat
Pendahuluan
Penyakit mulut dan kuku (PMK) merupakan penyakit hewan menular yang menyerang hewan berkaki belah, seperti sapi, kambing, domba, kerbau, dan babi. PMK dapat ditularkan dari hewan yang terinfeksi melalui sekresi dan ekresi serta udara yang telah tercemar oleh PMK (OIE, 2009). Gejala klinis penyakit ini, seperti demam, perlukaan atau erosi di sekitar mulut, lidah, ambing, dan kuku. PMK dapat menurunkan produktivitas hewan sehingga bisa merugikan peternak. Selain itu, PMK juga berpengaruh pada lalu lintas ternak. Lalu lintas ternak dapat dihentikan selama periode waktu tertentu (USDA, 2021).
PMK kembali mewabah di Indonesia (re-emerging disease), yaitu di Provinsi Jawa Timur dan Aceh pada Bulan April 2022. Kasus pertama kali dilaporkan terjadi Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Kasus-kasus susulan terjadi di kabupaten lain, seperti, Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Mojokerto.
BVet Bukittinggi mendapatkan laporan sindrom prioritas dari iSIKHNAS pada Bulan Mei 2022 bahwa seekor sapi menunjukkan gejala klinis PMK di Kabupaten Sijunjung. Tim BVet Bukittinggi melakukan investigasi untuk pengambilan sampel dari lesi mulut dan kuku. Setelah dilakukan pengujian menggunakan qRTPCR, sampel dari sapi tersebut menunjukkan hasil positif PMK. Setelah itu, kasus hewan positif PMK menyebar hampir ke seluruh kabupaten di Sumatera Barat (Susanti, 2022)
Surveilans PMK dilakukan dengan dua cara, yaitu surveilans aktif dan pasif. Surveilans aktif adalah kegiatan pengumpulan data yang disusun, dirancang dan dilaksanakan oleh veterinarian yang berwenang. Surveilans pasif adalah sistem surveilans kejadian penyakit yang disampaikan kepada otoritas veteriner (otoritas veteriner tidak mencari secara informasi aktif) (FAO, 2014). Informasi tentang kejadian penyakit disampaikan melalui sistem informasi pelaporan penyakit nasional yaitu iSIKHNAS. Informasi dari iSIKHNAS dijadikan dasar oleh Balai Veteriner Bukittinggi untuk melaksanakan investigasi dan pengumpulan sampel ke lapangan.
Semua data dari surveilans aktif dan pasif akan diinput ke dalam sistem informasi laboratorium yang bernama Indonesian Veteriner Labs Information System 5 (IVLab 5). Data dari IVLab 5 akan digunakan untuk analisa data dan untuk mengetahui situasi penyakit di wilayah kerja masing-masing Balai Veteriner. BVet Bukittinggi belum melakukan analisa tentang karakteristik epidemiologi dan situasi PMK di Provinsi Sumatera Barat selama tahun 2022–2023 sehingga tulisan ini diperlukan. Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan situasi PMK di Sumatera Barat tahun 2022-2023 berdasarkan variabel tempat, waktu, dan hewan.
Material dan Metode
Data dikumpulkan dari Januari 2022–Desember 2023 yang berasal dari sembilan belas kabupaten di Sumatera Barat, yaitu Kepulauan Mentawai, Pesisir Selatan, Solok, Sijunjung, Tanah Datar, Padang Pariaman, Agam, Lima Puluh Kota, Pasaman, Solok Selatan, Dharmasraya, Pasaman Barat, Padang, Solok, Sawahlunto, Padang Panjang, Bukittinggi, Payakumbuh, dan, Pariaman. Data-data yang dibutuhkan, seperti informasi hewan (spesies, breed, dan status vaksinasi), informasi pemilik (nama dan alamat), data sampel (jenis dan jenis sampel), dan jenis pengujian yang diminta. Data yang diperoleh dari kegiatan surveilans aktif dan pasif di input ke dalam IVLab 5. Data dari IVLab akan didownload dalam bentuk MS. Excell.
Unit epidemiologi dari tulisan ini adalah hewan. Digunakan satu definisi kasus pada metode, yaitu kasus konfirmasi. Kasus konfirmasi adalah apabila sampel hewan yang diuji memberikan hasil positif melalui uji qRT-PCR. Analisa yang digunakan adalah studi deskriptif untuk memberikan gambaran epidemiologi PMK berdasarkan variabel waktu, tempat, dan hewan.
Analisa variabel hewan menggambarkan jumlah dan proporsi kasus positif PMK berdasarkan spesies, ras, dan status vaksinasi. Analisa menggunakan MS. Excell untuk menghitung jumlah dan persentase hewan positif PMK. Data divisualisasikan dengan grafik. Pada variabel tempat, hasil analisa menggambarkan distribusi PMK di tingkat kabupaten dan kecamatan. Data dianalisa menggunakan MS. Excell untuk menghitung jumlah hewan yang positif PMK dan software QGIS untuk menunjukkan distribusi kasus positif PMK. Data divisualilasi dengan peta penyakit. Pada variabel waktu, data dianalisa menggunakan MS. Excell dan divisualisasikan dengan histogram (kurva epidemik per bulan).
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Karakteristik epidemiologi PMK dideskripsikan berdasarkan pola waktu, tempat dan hewan. Variabel tempat menggambarkan distribusi jumlah hewan positif PMK di tingkat kabupaten dan kecamatan di Provinsi Sumatera Barat. Tabel 1, gambar 4 dan 5, menunjukkan jumlah hewan yang positif PMK di setiap kabupaten di Sumatera Barat pada tahun 2022 dan 2023. Pada tahun 2022, total sampel yang diperoleh BVet Bukittinggi adalah 1.856 dan jumlah hewan yang terkonfirmasi positif PCR adalah 203 ekor. Jumlah hewan terkonfirmasi positif tahun 2022 paling tinggi di Kota Padang (33 ekor), diiukuti oleh Solok Selatan (26 ekor), Pasaman (25 ekor),Kota Solok (21 ekor), Agam dan Pariaman (17 ekor), Pesisir Selatan (15 ekor), Pasaman Barat dan Tanah Datar (8 ekor), Padang Panjang 6 ekor, Dharmasraya, Payakumbuh, Sawahlunto (4 ekor), Pariaman dan Sijunjung (3 ekor), Lima Puluh Kota (2 ekor), Bukittinggi dan Kepulauan Mentawai tidak ada hewan terkonfirmasi positif PMK.
Jumlah sampel pada tahun 2023 yang dikumpulkan oleh BVet Bukittinggi adalah sebanyak 1.238 sampel dan terkonfirmasi positif PMK melalui uji PCR sebanyak 64 sampel. Jumlah hewan positif PMK paling tinggi adalah di Kabupaten Lima Puluh Kota sebanyak 20 ekor, Solok (13 ekor), Payakumbuh (6 ekor), Padang (5 ekor), Pasaman (4 ekor), Agam, Pasaman Barat, and Tanah Datar (3 ekor), Pesisir Selatan (2 ekor), Dharmasraya, Bukittinggi, Padang Pariaman, Sawahlunto, and Solok Selatan (1 eor), Kepulauan Mentawai, Kota Solok, Sijunjung, Pariaman, dan Padang Panjang tidak terkonfirmasi positif PMK.
Pada tahun 2022, kasus dimulai pada bulan Mei dan merupakan jumlah kasus tertinggi dibandingkan dengan bulan lain, yaitu 63 ekor. Diikuti pada bulan Desember 51 ekor, oktober 33 ekor, Juni 28 ekor, November 22 ekor, Juli 4 ekor, dan Agustus 2 ekor. Pada 2023 kasus PMK pada Februari sebanyak 3 ekor, Maret 1 ekor, April dan Mei 0 tidak ada kasus, Juni 10 ekor, Juli 1 ekor, Agustus 12 ekor, September 2 ekor, Oktober 11 ekor, November 5 ekor, and Desember 19 ekor.
Analisa variabel hewan dilakukan berdasarkan tiga faktor, yaitu spesies, ras dan status vaksinasi. Jumlah hewan yang positif berdasarkan spesies dan ras ditampilkan dalam bentuk pie chart. Jumlah sapi yang terinfeksi pada tahun 2022 sebanyak 2023 ekor dan satu ekor kerbau. Pada tahun 2023, jumlah sapi yang terkonfirmasi positif PMK adalah 60 ekor dan 4 ekor kambing. Breed yang menunjukkan konfirmasi positif paling tinggi tahun 2022 adalah sapi lokal sedangkan tahun 2023 adalah sapi Peranakan Ongole (PO). Pie chart tersebut dapat dilihat pada gambar 6 sampai 8. Situasi kasus PMK berdasarkan status vaksinasi hanya ditampilkan pada tahun 2023. Jumlah hewan positif yang divaksinasi PMK adalah sebanyak 5 ekor dan 36 ekor yang tidak divaksinasi.
Pembahasan
Wabah PMK di wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi dimulai dari Kabupaten Sijunjung pada Bulan Mei 2022. Setelah outbreak di Sijunjung, PMK menyebar hampir ke seluruh kabupaten di Sumatera Barat. Berdasarkan investigasi dari BVet Bukittinggi, penyebaran PMK di Sumatera Barat disebabkan karena masuknya hewan yang terinfeksi PMK dari Provinsi lain. Jumlah kasus PMK paling tinggi pada tahun 2022 adalah di Kota Padang, yaitu sebanyak 33 ekor dari 180 sampel yang diambil. Jumlah kasus positif umumnya terkonfirmasi pada kabupaten yang berdekatan, seperti Kota Padang dengan Kabupaten Solok, Solok Selatan dengan Pesisir Selatan, dan Pasaman dengan Pasaman Barat. Situasi tersebut juga bisa kita lihat pada peta penyakit tingkat kecamatan. Distribusi PMK mengelompok pada kecamatan yang berdekatan. PMK merupakan penyakit yang bisa menular melalui udara sehingga sangat mudah menyebar di daerah yang berdekatan. Selain itu, penyebaran PMK di daerah yang berdekatan juga disebabkan karena kurangnya pengawasan, lalu lintas hewan dan manusia, dan rendahnya biosekuriti (Hagerman, et al., 2018). Pemasukan hewan secara ilegal dan tidak optimalnya check poin menyebabkan PMK lebih mudah menyebar (Susanti, 2022).
Kasus PMK pada tahun 2022 belum terkonfirmasi di Kota Bukittinggi dan Kepulauan Mentawai. Hal ini bisa disebabkan karena Kota Bukittinggi adalah kota kecil sehingga lalu lintas hewan lebih mudah dikontrol. Kepulauan Mentawai merupakan kabupaten kepulauan sehingga lebih mudah untuk mengontrol lalu lintas hewan daripada kabupaten yang berada di daratan dan bisa mengoptimalkan check point hewan yang masuk ke Kepulauan mentawai.
Kasus konfirmasi positif PMK pada tahun 2023 menurun dibandingkan dengan tahun 2022. Ini bisa kita lihat dari peta penyakit, bahwa warna peta penyakit pada tahun 2023 lebih terang dibanding tahun 2022. Ini bisa disebabkan karena telah dilakukannnya vaksinasi pada hewan yang rentan PMK di semua kabupaten, kontrol lalu lintas hewan yang baik, diperketatnya aturan pemerintah terkait lalu lintas hewan. Pada tahun 2023, jumlah kasus positif paling banyak di Kabupaten Lima Puluh Kota kemudian diikuti oleh Solok. Hal ini disebabkan karena banyaknya jumlah sapi yang masuk ke Kabupaten Lima Puluh Kota dan Solok untuk pemenuhan kebutuhan perayaan Idul Adha. Beberapa daerah yang tidak terkonfirmasi positif, seperti Kepulauan Mentawai, Padang Panjang, Pariaman, Kota Solok, dan Sijunjung. Pola distribusi PMK pada tahun 2022 dan 2023 hampir sama, yaitu menyebar di daerah yang berdekatan.
Variabel waktu menunjukkan bahwa jumlah kasus positif paling tinggi adalah pada Bulan Mei 2022 sebanyak 63 ekor. Hal ini bisa disebabkan karena tingginya lalu lintas sapi untuk memenuhi kebutuhan Idul Adha yang jatuh pada tanggal 19 Juli 2022 (Susanti, 2022). Banyak sapi dari provinsi dan kabupaten lain yang dikumpulkan di dalam satu kandang penampungan sementara untuk kemudian dijual. Pada Bulan Desember 2022, banyak sapi yang masuk ke Pulau Sumatera Barat sebagai bantuan dari pemerintah untuk masyarakat. Hal ini juga terjadi pada tahun 2023. Kondisi cuaca juga mempengaruhi penyebaran PMK. Virus PMK akan bertahan di udara pada kelembapan lebih dari 60% dan suhu kurang dari 270C (Garner dan Canon, 1995). Musim penghujan juga dapat meningkatkan resiko infeksi PMK (Faralinda, 2022). Berdasarkan kurva epidemik, peningkatan terjadi di bulan Agustus-Desember. Rata-rata temperatur Provinsi Sumatera Barat adalah 26,80 C dengan kelembapan udara 84% pada bulan Agustus-Desember sehingga kondisi tersebut dapat meningkatkan resiko PMK.
Sapi merupakan spesies hewan yang paling banyak terinfeksi PMK, yaitu 94-99% selama tahun 2022-2023. Penyebabnya bisa dikarenakan populasi sapi lebih banyak dibandingkan dengan hewan rentan lain, seperti kambing, domba, kerbau, dan babi. Lalu lintas sapi untuk diperdagangkan juga lebih tinggi dibandingkan ternak lain. Kemampuan infeksi virus PMK berbeda pada setiap spesies. Sapi lebih rentan dibandingkan dengan babi. Babi membutuhkan dosis virus yang lebih tinggi untuk terinfeksi melalui udara (Pamungkas, et al., 2023). Ras yang paling banyak terinfeksi PMK adalah sapi lokal (termasuk PO, Bali, dan Pesisir) dibandingkan dengan ras silang atau eksotik. Jumlah kasus positif pada sapi lokal di atas 30%. Prevalensi PMK lebih tinggi pada sapi lokal kemungkinan disebabkan karena lalu lintas yang bebas dan manajemen pemeliharaan (Seifu, 2023).
Kasus PMK menurun pada tahun 2023. Disebabkan karena telah dilakukan vaksinasi pada ternak rentan terutama sapi. Jumlah kasus positif pada hewan yang telah divaksinasi lebih rendah daripada hewan yang tidak divaksinasi. Berdasarkan data dari IVLab 5, hewan yang tidak divaksinasi memiliki resiko 2,7 kali terinfeksi PMK dibandingkan dengan hewan yang divaksin. Vaksinasi dilakukan tiga kali pada setiap sapi. Vaksinasi akan menginduksi kekebalan terhadap antigen PMK sehingga bisa mencegah infeksi dan penyebaran PMK. Berdasarkan serosurveilans postvaksinasi yang dilakukan oleh tim Bvet Bukittinggi tingkat protektivitas vaksinasi di Sumatera Barat lebih dari 70% sehingga program vaksinasi berhasil menurunkan kasus PMK (Santosa, 2023).
Kesimpulan
Kasus konfirmasi positif PMK telah menyebar hampir di semua kabupaten di Sumatera Barat. Bisa disebabkan karena tingginya lalu lintas atau masuknya hewan dari daerah yang telah terinfeksi PMK sebelumnya, kurangnya biosekuriti, kurangnya pengawasan, check poin tidak optimal pada saat memasukkan hewan dari daerah lain, dan pemasukan sapi illegal. PMK umumnya menyebar atau mengelompok di daerah yang berdekatan. Kasus PMK meningkat selama bulan Agustus-Desember dikarenakan kondisi cuaca mendukung virus PMK untuk bertahan hidup sehingga meningkatkan resiko infeksi. Hewan yang paling banyak terinfeksi PMK adalah sapi karena populasi lebih banyak dan lebih rentan dibandingkan hewan lain seperti babi.
Saran
Semoga tulisan ini bisa lebih diperdalam dengan Analisa statistika sehingga bisa mengetahui faktor rsiko penyebaran PMK di Sumatera Barat.
- 146 views